INTERFERENSI
FONOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA
OLEH PENUTUR
ASLI BAHASA SABU DI KUPANG
Oleh: Gud Reacht Hayat Padje
ABSTRAK
Tulisan ini membahas interferensi fonologis bahasa
Indonesia oleh penutur asli bahasa Sabu di Kupang. Peristiwa yang diamati
adalah peristiwa tutur yang berlangsung antara penjual dan pembeli di Pasar
Inpres Naikoten I Kupang. Penjual adalah penutur asli bahasa Sabu yang dalam
proses jual-beli bertutur dengan menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan
pembeli tidak selamanya penutur asli bahasa Sabu. Oleh karena itu teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik sedangkan metode
yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli
bahasa Sabu di Kupang, meliputi interferensi fonologis pengurangan huruf dan
interferensi perubahan huruf, sedangkan interferensi penambahan huruf tidak
ditemukan
Kata Kunci: sosiolinguistik,
interferensi, bahasa Sabu
1.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu berbagai suku bangsa
yang memiliki latar belakang berbeda-beda, sebab Indonesia adalah negara yang multilingual.
Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa
daerah yang digunakan oleh masyarakat, baik untuk komunikasi sehari-hari maupun
keperluan yang sifatnya kedaerahan.
Dalam masyarakat multilingual yang mobilitasnya tinggi, anggota-anggota
masyarakatnya akan cenderung menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya
atau sebagian, bahasa Sabu pada umumnya dipakai oleh masyarakat yang tinggal di
wilayah Pemerintahan Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Di Propinsi Nusa Tenggara Timur umumnya kota Kupang juga terdapat
daerah yang dominan penutur asli bahasa Sabu yang hidupnya berdampingan dengan suku-suku
yang lain, sehingga dalam membangun komunikasi dipakai bahasa Indonesia dalam beriteraksi.
Dalam penggunaan bahasa Sabu yang dikuasai sejak kecil dan terus
digunakan dalam kehidupan masyarakat Sabu sudah tentu berpengaruh pada penggunaan
bahasa Indonesia pada saat mereka berkomunikasi. Apalagi penutur yang masih kental
dengan bahasa ibunya, situasi ini memungkinkan terjadinya interferensi dalam bahasa
Indonesia sebagai akibat dari dan seringnya mempergunakan bahasa Sabu menyebabkan
terbawa masuknya unsur bahasa Sabu ke dalam bahasa Indonesia yang sedang digunakan,
sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa Indonesia yang sedang digunakan.
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian
interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran)
suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa,
dan kosakata.
Dengan kata lain bahwa interferensi
merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi
timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi (fonem) bahasa pertama
ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau
penyimpangan pada sistem fonemik bahasa penerima. Salah satu bentuk interferensi
yaitu pada tata bunyi atau interferensi fonologis yakni penghilangan fonem konsonan
diakhir sebuah kata yang terjadi pada bahasa Indonesia, oleh penutur asli bahasa
Sabu di Kupang. Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan
paling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa Indonesia juga tidak terlepas
dari interferensi, terutama untuk kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam
lingkungan bahasa donor.
Dari uraian dimaksud, peneliti merasa
tertarik untuk meneliti bentuk
interferensi bahasa Sabu dalam pengunaan bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa
Sabu di kota Kupang. Khususnya ”Interferensi
Fonologis dalam Bahasa Indonesia oleh Penutur Asli Bahasa Sabu di Kupang” Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat
dijadikan informasi penting bagi pemerhati bahasa dalam upaya pengembangan dan pembinaan
bahasa Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana terjadinya interferensi fonologis dalam bahasa Indonesia oleh penutur
asli bahasa Sabu di Kupang?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini yakni untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan bentuk
interferensi fonologis dalam
bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa Sabu di Kupang.
1.4
Manfaat Penelitian
Ada tiga manfaat
dalam penelitian ini.
a. Penelitian
ini diharapkan mampu menambah khasanah penelitian terhadap pemakaian bahasa lisan
melalui pendekatan sosiolinguistik dan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.
b. Sebagai pembuka
jalan atau sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian yang lebih mendalam mengenai
interferensi fonologis.
c. Memberi informasi
kepada pembaca tentang fenomena kebahasaan melalui pendekatan sosiolingistik yang
dipakai penulis.
2. Acuan Teori dan Konsep
2.1 Acuan
Teori
Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik
dengan pendekatan analisis kontrastif.
2.1.1
Teori
Sosiolingustik
Istilah sosiolinguistik
terdiri dari dua unsur: sosio dan linguistik. Kata sosio berasal
dari sosial yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat
dan aktifis kemasyarakatan. Sedangkan linguistik adalah ilmu yang mempelajari
tentang bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata dan kalimat)
dan hubungan antar unsur-unsur (struktur) bahasa tersebut. Menurut J. A.
Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2004:4)
mendefinisikan sosiolinguistik sebagai kajian tentang ciri khas variasi bahasa,
fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu
berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam suatu masyarakat
tutur.
Subyek dalam kajian
sosiolinguistik dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di
dalam masyarakat manusia. Jadi, sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perincian-perincian
penggunaan bahasa yang sebenarnya. Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem
sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan
tertentu.
Dengan demikian bahasa
tidak saja dipandang sebagai gejala individual, tetapi juga merupakan gejala sosial.
Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah
dari yang lain, ia merupakan anggota dari kelompok sosialnya.
Hal
ini menyebabkan bahasa dan pemakaian bahasa tidak diamati secara individual, tetapi
selalu dihubungkan dengan kegiatannya dalam masyarakat. Dari uraian dimaksud dapat
diketahui bahwa sosiolinguistik merupakan kajian yang bersifat interdisipliner yang
mengkaji masalah-masalah kebahasaan dalam hubungannya dengan aspek-aspek sosial,
situasional, dan budaya (culture). Dengan memahami prinsip-prinsip sosiolinguistik
setiap penutur akan menyadari betapa pentingnya ketepatan bahasa sesuai dengan konteks
sosial. Pada dasarnya sosiolinguistik dan linguistik mempunyai kesamaan metode penelitian,
keduanya selalu didasarkan pada hasil yang dikumpulkan secara empiris yang diterapkan
pada sebuah data, serta simpulan ditarik secara induktif. Selain memiliki persamaan
juga memiliki perbedaannya yaitu, sosiolinguistik selalu memperhatikan konteks pemakaian
bahasa di dalam bentuk arti, perubahan bahasa, maupun pemerolehan bahasa. Sedangkan
linguistik dalam analisisnya semata-mata menyoroti dari segi struktur bahasa sebagai
kode.
Dalam proses tutur, pembicara selalu memperhitungkan
faktor sosio-kultural dan sosio-situasional di samping faktor linguistik secara
gramatikal. Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang bertujuan menemukan
prinsip-prinsip yang mendasar beberapa bahasa. Dengan jalan lebih komprehensif dan
dengan melibatkan perhitungan pengaruh berbagai konteks sosial. Penelitian dengan pendekatan sosiolinguistik
terhadap berbagai bentuk interferensi dapat menjelaskan adanya interferensi bahasa,
variasi tuturan seperti dialek, gaya bahasa, ragam bahasa, dan tingkat tutur.
2.1.2 Analisis
Kontrastif
Secara umum
memahami pengertian analisis kontrastif dapat ditelusuri melalui makna kedua
kata tersebut. Analisis diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang
dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahasa yang bertujuan
untuk mengetahui sesuatu yang memungkinkan dapat mengetahui inti
permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik,
diulas dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami. Moeliono (1988:32) menjelaskan
bahwa analisis adalah atas penguraian suatu pokok berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Sedangkan kontrastif
diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Perbedaan inilah
yang menarik untuk dibicarakan, diteliti, dipahami.
Lebih
lanjut Moeliono (1988:32) menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai
bersifat membandingkan perbedaan. Istilah kontrastif lebih dikenal dalam ranah kebahasaan
(linguistik). Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistic
kontrastif yang merupakan cabag ilmu bahasa. Linguistik kontrastif membandingkan
dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan
perbedaan-perbedaan dan kemiripan-kemiripan yang ada.
Dari
hasil penemuan itu dapat diduga adanya penyimpangan-penyimpangan, pelanggaran-pelanggaran,
atau kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan para dwibahasawan (orang yang
mampu menggunakan dua bahasa secara baik).
Analisis
Kontrastif yang juga disebut analisis bandingan merupakan kajian linguistik
yang bertujuan untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dua bahasa yang berbeda.
Pendeskripsian dan persamaan tersebut, akan bermanfaat untuk pengajaran kedua
bahasa, sebagai bahasa ke dua (bahasa asing). Suatu metode analisis pengkajian
kontrastif ini menunjukan kesamaan dan perbedaan antara dua bahasa dengan
tujuan untuk menemukan prinsip yang dapat diterapkan pada masalah praktis dalam
pengajaran bahasa atau terjemahannya.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa linguistik kontrastif merupakan salah
satu cabang linguistik yang fungsinya mengontraskan dua bahasa atau lebih tidak
serumpun dan linguistik kontrastif dapat membantu kesulitan yang mungkin
dialami seseorang dalam mengajarkan bahasa yang berbeda rumpun bahasanya,
ataupun bagi seseorang yang belajar bahasa asing yang rumpun bahasanya berbeda.
2.2 Konsep Dasar
Untuk
mencapai suatu hasil penelitian yang mendalam dan tuntas, maka perlu diadakan pembatasan
konsep yang menjadi dasar penelitian tidak kabur dan tidak melewati daerah penelitiannya.
Maka dalam penelitian ini, yang dikaji adalah interferensi dan proses fonologis
dengan menggunakan teori sosiolinguistik dengan pendekatan analisis kontrastif.
2.2.1 Interferensi
2.2.1.1 Batasan Interferensi
Interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur
(speech parole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap
sebagai penyimpangan.
Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu
terjadi karena unsur-unsur serapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap.
Cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan
bahasa penyerap, interferensi diharapkan semakin berkurang atau sampai batas
yang paling minim.
Chaer dan Agustina (2004:160-161) menyatakan bahwa interferensi
yang terjadi dalam proses interpretasi disebut interferensi reseptif, yakni
berupa penggunaan bahasa B dengan diresapi bahasa A. Sedangkan interferensi yang
terjadi pada proses representasi disebut interferensi produktif.
Interferensi reseptif dan interferensi produktif yang terdapat
dalam tindak laku bahasa penutur bilingual disebut interferensi perlakuan.
Interferensi perlakuan biasa terjadi pada mereka yang sedang belajar bahasa kedua,
karena itu interferensi ini juga disebut interferensi belajar atau interferensi
perkembangan. Istilah interferensi pertama kali digunakan untuk menyebutkan
adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa
tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual, interferensi
sebagai bentuk pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh terbawanya
kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan berbahasa.
Interferensi yaitu penyimpangan dari norma-norma bahasa
dalam bahasa yang digunakan sebagai akibat pengenalan terhadap bahasa lain. Transfer
dalam kontak bahasa dapat terjadi dalam semua tataran linguistik, baik fonologis,
morfologis, sintaksis, semantis, maupun leksikon.
Berdasarkan uraian ini dapat diketahui bahwa interferensi
adalah.
a) Suatu penggunaan
unsur-unsur dari bahasa ke bahasa yang lain sewaktu berbicara atau menulis dalam
bahasa lain.
b) Merupakan penerapan
dua sistem secara serempak pada suatu unsur bahasa.
c) Terdapatnya suatu
penyimpangan dari norma-norma bahasa masing-masing yang terdapat dalam tuturan dwibahasawan.
2.2.1.2 Gejala Interferensi
Gejala interferensi dapat dilihat dalam tiga dimensi kejadian.
Pertama, dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tengah masyarakat.
Kedua, dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur. Ketiga,
dimensi pembelajaran bahasa. Dari dimensi tingkah laku berbahasa, penutur dengan
mudah dapat disimak dari berbagai praktek campur kode yang dilakukan penutur yang
bersangkutan. Interferensi ini murni merupakanran rancangan atau model buatan penutur
itu sendiri. Dari dimensi sistem bahasa, dikenal dengan sebutan interferensi sistemik
yaitu pungutan bahasa. Sedangkan dari dimensi pembelajaran bahasa, di kenal dengan
sebutan interferensi pendidikan.
Dalam proses pembelajaran bahasa kedua atau asing, pembelajaran
tentu menjumpai unsur-unsur yang mirip, atau bahkan mungkin sama dengan bahasa pertamanya
(Paul Ohoiwutun, 2002:72-74)
2.2.1.3 Macam-macam Interferensi
Chaer dan Agustina (2004:162-165) mengidentifikasi interferensi
bahasa menjadi empat macam.
1. Interferensi Fonologis
Interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan
kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain.
Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi fonologis
pengurangan huruf dan interferensi fonologis pergantian huruf.
Contoh: slalu: selalu, adek: adik
ama: sama, rame: ramai
smua: semua, cayang: sayang
2. Interferensi Morfologis
Interferensi morfologis terjadi apabila dalam pembentukan
katanya suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu
terjadi kontak bahasa antara bahasa yang sedang diucapkan (bahasaIndonesia) dengan
bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing).
Contoh: kepukul? terpukul
dipindah? dipindahkan
neonisasi? peneonan
menanyai? Bertanya
3. Interferensi Sintaksis
Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa
lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa gaul) digunakan dalam pembentukan
kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase,
dan klausa. Interferensi sintaksis seperti ini tampak jelas pada peristiwa campur
kode.
Contoh: mereka akan married bulan depan
Karena saya sudah kadhun gapik
sama dia, ya saya tanda tangan saja
4. Interferensi Semantis
Interferensi
yang terjadi dalam bidang tata makna. Menurut bahasa resipiennya, interferensi semantik
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu interferensi ekspansif dan interferensi
aditif.
(1) Interferensi ekspansif, yaitu interferensi yang terjadi
jika bahasa yang tersisipi menyerap konsep kultural beserta namanya dari bahasa
lain.
Contoh: teman-teman ku tambah goki lsaja.
(2) Interferensi aditif, yaitu interferensi yang muncul
dengan penyesuaian dan interferensi yang muncul berdampingan dengan bentuk lama
dengan makna yang agak khusus.
Contoh: mbak Ari cantik sekali.
2.2.2 Proses Fonologis
Proses fonologis
adalah suatu proses yang berusaha menerangkan perubahan-perubahan morfem atau kata
berdasarkan ciri-ciri pembeda secara fonetis. Perubahannya biasa terjadi seperti
penghilangan fonem pada awal, tengah, akhir, atau melalui proses penggabungan, pelesapan,
penyisipan, permutasi, asimilasi dan desimilasi.
3 Metode Penelitian
3.1 Metode
Penelitian
Metode
penelitian pada hakekatnya merupakan operasionalisasi kearah pelaksanaan penelitian
yang memberi pemahaman tentang cara atau teori menemukan atau menyusun pengetahuan
dari ide, materi atau dari kedua-duanya serta merujuk pada penggunaan rasio, intuisi,
fenomena atau dengan metode ilmiah. Sehingga bagaimana menemukan atau menyusun pengetahuan
memerlukan kajian atau pemahaman tentang metode-metode.
Apabila
dilihat dari tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif. Pada pendekatan kualitatif data bersifat deskriptif maksudnya adalah
data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya,
seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan lapangan pada saat penelitian
dilakukan.
Moleong
(2007:280) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menganalisis data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.
Azwar
(2001:5) berpendapat bahwa metode kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses
penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika logika ilmiah.
Artinya data-data penelitian ini dikumpulkan,
disusun, dianalisis, diinpertasikan, dan disimpulkan untuk mengetahui “Interferensi Fonologis dalam Bahasa Indonesia oleh Penutur
Asli Bahasa Sabu di Kupang”
Dengan
demikian melalui metode deskriptif kualitatif ini penulis akan mengumpulkan data
bahasa interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa Sabu di
Kupang, kemudian mendeskripsikan dan melaporkan hasil penelitian dengan berpatokan
pada teknik analisis data berdasarkan pada fakta dan bukti sebagai kriteria kebenaran.
3.2 Data
Data dalam penelitian ini adalah bahasa lisan yang dituturkan
oleh penutur asli bahasa Sabu di kupang.
3.3 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa
Sabu di Kupang dalam hal ini informan. Menurut Ratukore, dkk., (1991:11) syarat-syarat
menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
1) Penutur asli
bahasa Sabu di Kupang.
2) Laki-laki dan
perempuan yang sudah dewasa.
3) Tidak cacat wicara
dan kesehatannya baik.
4) Pendidikan sekurang-kurangnya
SD atau yang sederajat.
5) Dapat berbahasa
Indonesia.
6) Bersedia menjadi
informan dan mempunyai waktu yang cukup untuk penelitian ini dan
7) Bersikap terbuka
dan tidak mudah tersinggung.
3.4 Lokasi
Penelitian
Yang menjadi
lokasi penelitian adalah kota Kupang.
Khususnya Pasar Impres Naikoten Satu, Kecamatan Kota Raja
3.5 Teknik
Penelitian
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
1) Observasi
Observasi diarahkakan pada masyarakat penutur bahasa Sabu
di Kupang.
2) Wawancara dilakukan
dengan masyarakat penutur bahasa Sabu di Kupang.
Tujuan wawancara ini memperoleh kemantapan korpus yang
terkumpul.
3) Simak catat
Selama observasi dan wawancara, peneliti menyimak dan membuat
catatan yang memuat tentang kata dan kalimat yang memiliki potensi interferensi.
4) Elisitasi
Korpus dikumpulkan dengan cara merekam ujaran para informan
sebagai jawaban atas pemancingan korpus lisan ini dilakkukan dengan:
a. Penterjemahan
dari bahasa Indonesia ke bahasa Sabu.
b. Penterjemahan
balik dari bahasa Sabu ke dalam bahasa Indonesia.
c. Tanya
jawab dan.
d. Penceritraan.
Data dikumpulkan melalui perekaman dengan alat perekam
kemudian diolah tahap demi tahap.
3.5.2 Teknik Pengolahan Data
Data yang terkumpul
diolah atau dianalisis dengan prosedur sebagai berikut:
1)
Mendengarkan rekaman;
2)
Mencatat hasil rekaman dan wawancara;
3)
Memperhatikan mendistrubusikan bunyi vokal dan konsonan;
4)
Memperhatikan dan mencatat kata yang berhubungan dengan
interferensi;
5)
Menganalisis data tahap demi tahap; dan
6)
Menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis data.
4. Data dan
Pembahasan
4.1
Data
Pada bab ini akan ditampilkan data
yang berupa interferensi bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa Sabu di
Kupang.
Data diperoleh dari penutur asli
bahasa Sabu yang bertutur dalam bahasa Sabu dan bahasa Indonesia atau yang
dikenal sebagai dwibahasawan, orong-orang itu yang penulis sebut dengan informan,
dalam pengambilan data yang berhubungan dengan interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa Sabu
di kupang, dengan komunikasi lepas bersama para informen itu
di pasar Inpres Naikoten Satu Kupang, dengan data-data sebagai berikut:
Tabel I
No
|
Identifikasi
Data Interferensi
|
|
Bahasa
Indonesia yang mengalami interferensi
|
Bentuk
baku dalam bahasa Indonesia
|
|
1
|
Ada
polisi di lapu mera
|
Ada polisi di lampu merah
|
2
|
Ini
beta punya gaba
|
Ini beta punya gambar
|
3
|
Beta
dari dote
|
Beta dari dokter
|
4
|
Ada
babi dua eko di kada
|
Ada babi dua ekor di kandang
|
5
|
Itu
gapa saja
|
Itu gampang saja
|
6
|
Saya suda
ula-ula bicara denga dia
|
Saya sudah ulang-ulang berbicara dengan dia
|
7
|
Kemari
saya
beli aya dua eko
|
Kemarin saya beli ayam dua ekor
|
8
|
Sekarasayo lagi
maha
|
Sekarang sayur lagi mahal
|
9
|
Oje di pasa ini suda talalu banya
|
Ojek di pasar ini sudah terlalu banyak
|
10
|
Ora
bila sekara cari ua talalu susa
|
Orang bilang cari uang terlalu susah
|
11
|
Harga
toma sekara nae turu
|
Harga tomat sekarang naik turun
|
12
|
Tadi pagi saya kena tila di Oeba
|
Tadi pagi saya kena tilang di Oeba
|
13
|
Betapunya
hele mera gari-gari
|
Beta punya helem merah garis-garis
|
14
|
Beta punya
kredi moto baru habi
|
Beta punya kredit motor baru habis
|
15
|
Beli piri
dua lusi
|
Beli piring dua lusin
|
16
|
Dia talalu
jaha
|
Dia terlalu jahat
|
17
|
Ada kama
madi di pasa
|
Ada kamar mandi di pasar
|
18
|
Beta ada kerja dapu
|
Beta ada kerja dapur
|
19
|
Kapa feri
baru dari sabu
|
Kapal feri baru dari sabu
|
Data
kata serapan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Sabu yang termasuk daftar
kata interferensi
Tabel 2
No
|
Identifikasi
data bahasa serapan
|
||
Bahasa
Indonesia
|
Bahasa
Sabu
|
Bahasa
Indonesia
|
|
1
|
/lampu/
|
[lapu]
|
'lampu'
|
2
|
/gambar/
|
[gaba]
|
'gambar'
|
3
|
/dokter/
|
[dote]
|
'dokter'
|
4
|
/kandang/
|
[kada]
|
'lampu'
|
5
|
/gampang/
|
[gapa]
|
'gampang'
|
6
|
/piring/
|
[piri]
|
'piring'
|
7
|
/jahat/
|
[jaha]
|
'jahat'
|
8
|
/kamar/
|
[kama]
|
'kamar'
|
9
|
/dapur/
|
[dapu]
|
'dapur'
|
10
|
/kapal/
|
[kapa]
|
'kapal'
|
Keterangan : kata yang bercetak miring
di atas yaitu kata serapan yang masih dan sering digunakan oleh penutur asli
bahasa Sabu.
4.1.1 Data
pengurangan fonem pada posisi tengah dan akhir, akhir dan perubahan fonem pada
kata yang mengalami interferensi.
1. Data
pengurangan fonem pada posisi tengah
Data (T 1)
1) /lampu/ [lapu] ‘lampu’ (no.1)
2) /mandi/ [madi] ‘mandi’ (no.17)
2. Data pengurangan fonem tengah dan akhir
Data (T 1)
1) /gambar/ [gaba] ‘gambar’ (no.2)
3) /dokter/ [dote] ‘dokter’ (no.3)
4) /kandang/ [kada] ‘kandang’ (no.4)
5) /gampang/ [gapa] ‘gampang’ (no.5)
3. Data pengurangan fonem pada posisi
akhir
Data (T 1)
1) /merah/ [mera] ‘merah’ (no.1)
2) /ekor/ [eko] ‘ekor’ (no.4)
3) /sudah/ [suda] ‘sudah’ (no.6)
/ulang-ulang/ [ula-ula] ‘ulang-ulang’
/dengan/ [denga] ‘dengan’
4) /kemarin/ [kemari] ‘kemarin’ (no.7)
/ayam/ [aya] ‘ayam’
5) /sekarang/ [sekara] ‘sekarang’ (no.8)
/mahal/ [maha] ‘mahal’
6) /ojek/ [oje] ‘ojek’ (no.9)
/pasar/ [pasa] ‘pasar’
/banyak/ [banya] ‘banyak’
7) /orang/ [ora] ‘orang’ ( no.10)
/bilang/ [bila] ‘bilang’
/uang/ [ua] ‘uang’
/susah/ [susa] ‘suasah’
8) /tomat/ [toma] ‘tomat’ (no.11)
/turun/ [turu] ‘turun’
9) /tilang/ [tila] ‘tilang’ (no.12)
10) /helem/ [hele] ‘helem’ (no.13)
/garis-garis/ [gari-gari] ‘garis-garis’
11) /kredit/ [kredi] ‘kredit’ (no.14)
/motor/ [moto] ‘motor’
/habis/ [habi] ‘habis’
12) /Piring/ [piri] ‘piring’ (no.15)
13) /Lusin/ [lusi] ‘lusin’
14) /jahat/ [jaha] ‘jahat’ (no.16)
15) /kamar/ [kama] ‘kamar’ (no.17)
16) /dapur/ [dapu] ‘dapur’ (no.18)
17) /kapal/ [kapa] ‘kapal’ (no.19)
4. Data pergantian fonem
Data
(T 1)
1) /sayur/ [sayo] ‘sayur’ (no.8)
2) /naik/ [nae] ‘naik’ (no.11)
4.2
Pembahasan
Interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa
Sabu di Kupang. Interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan oleh terbawanya
kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan
berbahasa. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi
karena unsur-unsur serapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap.
Interferensi dapat terjadi pada pengucapan, tata bahasa, kosakata, dan makna.
Untuk memperoleh jawaban dalam penelitian ini, maka pada bab ini dibahas
hal-hal yang khusus yakni: (1) interferensi fonologis, (2) proses fonologis
yang terdiri atas proses penghilangan dan pelesapan bunyi.
4.2.1 Interferensi Fonologis
Interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan
kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisikan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa
lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi
fonologis pengurangan huruf dan interferensi pergantian huruf, berikut ini
analis data yang diperoleh dimaksud:
4.2.1.1 Interferensi
fonologis pengurangan huruf pada posisi tengah kata
Pada posisi tengah
pengurangan terjadi pada bunyi-bunyi nasal /n/ dan /m/, Pengurangan tersebut
umumnya terjadi khusus pada unsur-unsur bahasa serapan, terutama bahasa
Indonesia dan bahasa asing yang pada katanya di akhiri dengan fonem vokal.
Cotohnya:
Data (T 1)
1) /lampu/ [lapu] ‘lampu’ (no.1)
Pengurangan huruf pada kata /lampu/
terletakdi posisi tengah yaitu /m/
2) /mandi/ [madi] ‘mandi’ (no.17)
Pengurangan huruf pada kata /mandi/
terletak di posisi tengah yaitu /n/
4.2.1.2 Interferensi fonologis pengurangan huruf pada
posisi tengah dan akhir kata
Pada posisi tengah
dan akhir, pengurangan terjadi pada bunyi-bunyi nasal /n/ dan /m/ serta bunyi
hambatan /k/ yang berada di antara fonem fokal dan fonem konsonan, hambatan tak
bersuara /p/, /b/, /t/, dan /d/. sedangkan pada bagian akhir pengurangan
tersebut terjadi pada kata yang diakhiri dengan fonen konsonan, baik dalam
bentuk dasar maupun bahasa serapan, terutama bahasa Indonesia dan bahasa asing.
Contohnya:
Data (T 1)
1) /gambar/ [gaba] ‘gambar’ (no.2)
Pengurangan
huruf pada kata /gambar/terletak pada posisi tengah yaitu /m/ dan pengurangan
di posisi akhir yaitu /r/
2) /dokter/ [dote] ‘dokter’ (no.3)
Pengurangan
huruf pada kata /dokter/ terletak pada posisi tengah yaitu /k/ dan pengurangan
di posisi akhir yaitu /r/
3) /kandang/ [kada] ‘kandang’ (no.4)
Pengurangan
huruf pada kata /kandang/ terletak pada posisi tengah yaitu /n/ dan pengurangan
di posisi akhir yaitu /ng/
4)
/gampang/ [gapa] ‘gampang’ (no.5)
Pengurangan
huruf pada kata /gampang/ terletak pada posisi tengah yaitu /m/ dan pengurangan
di posisi akhir yaitu /ng/
4.2.1.3 Interferensi fonalogis pengurangan fonem pada
posisi akhir
Padaposisi akhir, selain bunyi vokal /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/,
setiap kata yang diakhiri dengan fonem konsonan baik kata serapan dan juga kata
ulang terjadi penghilangan fonem.
Contohnya:
Data (T 1)
1)
/merah/ [mera] ‘merah’ (no.1)
Pengurangan huruf pada kata /merah/
terletak di posisi akhir yaitu /h/
2)
/ekor/ [eko] ‘ekor’ (no.4)
Pengurangan huruf pada kata /ekor/ terletakdi
posisi akhir yaitu /r/
3)
/sudah/ [suda] ‘sudah’ (no.6)
Pengurangan huruf pada kata /sudah/
terletakdi posisi akhir yaitu /h/
4)
/ulang-ulang/ [ula-ula] ‘ulang-ulang’
Pengurangan huruf pada kata /ulang-ulang/
terletak di posisi akhir yaitu /ng/
5)
/dengan/ [denga] ‘dengan’
Pengurangan huruf pada kata /dengan/
terletak di posisi akhir yaitu /n/
6)
/kemarin/ [kemari] ‘kemarin’ (no.7)
Pengurangan huruf pada kata /kemarin/
terletak di posisi akhir yaitu /n/
7)
/ayam/ [aya] ‘ayam’
Pengurangan huruf pada kata /ayam/
terletak di posisi akhir yaitu /m/
8)
/sekarang/ [sekara] ‘sekarang’ (no.8)
Pengurangan huruf pada kata /sekarang/
terletak di posisi akhir yaitu /ng/
9)
/mahal/ [maha] ‘mahal’
Pengurangan
huruf pada kata /mehal/ terletak di posisi akhir yaitu /l/
10)
/ojek/ [oje] ‘ojek’ (no.9)
Pengurangan
huruf pada kata /ojek/ terletakdi posisi akhir yaitu /k/
11)
/pasar/ [pasa] ‘pasar’
Pengurangan
huruf pada kata /pasar/ terletakdi posisi akhir yaitu /r/
12)
/banyak/ [banya] ‘banyak’
Pengurangan
huruf pada kata /banyak/ terletak di posisi akhir yaitu /k/
13)
/orang/ [ora] ‘orang’ (no.10)
Pengurangan
huruf pada kata /orang/ terletakdi posisi akhir yaitu /ng/
14)
/bilang/ [bila] ‘bilang’
Pengurangan
huruf pada kata /bilang/ terletakdi posisi akhir yaitu /ng/
15)
/uang/ [ua] ‘uang’
Pengurangan
huruf pada kata /uang/ terletakdi posisi akhir yaitu /ng/
16)
/susah/ [susa] ‘suasah’
Pengurangan
huruf pada kata /merah/ terletakdi posisiakhir yaitu /h/
17)
/tomat/ [toma] ‘tomat’ (no.11)
Pengurangan
huruf pada kata /tomat/ terletakdi posisi akhir yaitu /t/
18)
/turun/ [turu] ‘turun’
Pengurangan
huruf pada kata /turun/ terletak di posisi akhir yaitu /n/
19)
/tilang/ [tila] ‘tilang’ (no.12)
Pengurangan
huruf pada kata /tilang/ terletakdi posisi akhir yaitu /ng/
20)
/helem/ [hele] ‘helem’ (no.13)
Pengurangan
huruf pada kata /helem/ terletak di posisi akhir yaitu /m/
21)
/garis-garis/ [gari-gari] ‘garis-garis’
Pengurangan
huruf pada kata /garis-garis/ terletak di posisiakhir yaitu /s/
22)
/kredit/ [kredi] ‘kredit’ (no.14)
Pengurangan
huruf pada kata /kredit/ terletak di posisi akhir yaitu /t/
23)
/motor/ [moto] ‘motor’
Pengurangan huruf pada kata /motor/ terletak di
posisi akhir yaitu /r/
24)
/habis/ [habi] ‘abis’
Pengurangan
huruf pada kata /habis/ terletak di posisi akhir yaitu /s/
25)
/Piring/ [piri] ‘piring’ (no.15)
Pengurangan
huruf pada kata /piring/ terletak di posisi akhir yaitu /ng/
26)
/Lusin/ [lusi] ‘lusin’
Pengurangan
huruf pada kata /lusin/ terletak di posisi akhir yaitu /n/
27)
/jahat/ [jaha] ‘jahat’ (no.16)
Pengurangan
huruf pada kata /jahat/ terletakdi
posisi akhir yaitu /t/
28)
/kamar/ [kama] ‘kamar’ (no.17)
Pengurangan
huruf pada kata /kamar/ terletak di posisi akhir yaitu /n/
29)
/dapur/ [dapu] ‘dapur’ (no.18)
Pengurangan
huruf pada kata /dapur/ terletak di posisia khir yaitu /r/
30)
/kapal/ [kapa] ‘kapal’ (no.19)
Pengurangan huruf pada kata /kapal/
terletak di posisiakhir yaitu /l/
4.2.1.4 Interferensi fonologis pergantian huruf
Bentuk interferensi pergantian huruf
Data (T 1)
1)
/sayur/ [sayo] ‘sayur’ (no.8)
2)
/terlalu/ [talalu] ‘terlalu’ (no.9)
3)
/naik/ [nae] ‘naik’ (no.11)
Interferensi fonologis pergantian huruf atau fonem terletak pada
data nomor (8) (9), dan (11) yaitu kata; [sayo]
yang memiliki bentuk baku sayur dimana
fonem vokal /u/ berubah menjadi fonem
vokal /o/ , dan kata talalu yang memiliki bentuk baku terlalu yang dimana fonem vokal /e/ berubah menjadi fonem vokal /a/, dan dimana kata [nae] yang memiliki bentuk baku naik yang memiliki fonem vokal /i/
berubah menjadi fonem vokal /a/.
4.3 Proses Fonologis
Bahasa Sabu mengalami proses fonologis yaitu proses pelesapan atau penghilangan bunyi. Pelesapan
atau penghilangan itu terjadi pada bunyi-bunyi konsonan, yaitu pada posisi
tengah maupun posisi akhir. Proses dimaksud
pada umumnya terjadi pada kata-kata serapan dari bahasa lain, terutama
bahasa Indonesia. Masing-masing proses dimaksud dapat dijelaskan sebagai
berikut.
4.3.1
Penghilangan atau Pelesapan Bunyi
Pada posisi tengah
penghilangan atau pelesapan pada umumnya terjadi pada bunyi-bunyi nasal /n/ dan
/m/ serta bunyi hambatan /k/ yang berada di antara fonem vokal dan fonem
konsonan hambatan tak bersuara /p/, /b/, /t/, dan /d/. Penghilangan atau
pelepasan tersebut umumnya terjadi khusus pada unsur-unsur bahasa serapan, terutama bahasa Indonesia dan bahasa
asing.
Data (T 2)
Contohnya: /lampu/ [lapu] ‘lampu’ (no.1)
Pada kata /lampu/ terjadi penghilangan
atau pelesapan bunyi nasal /m/ yang berada di antara fonem vokal /a/ dan fonem
konsonan hambatan tak bersuara /p/. Penghilangan atau pelepasan tersebut
umumnya terjadi khusus pada unsur-unsur bahasa
serapan, terutama bahasa Indonesia dan bahasa asing.
/gambar/ [gaba] ‘gambar’ (no.2)
Pada kata /gambar/ terjadi penghilangan
atau pelesapan bunyi nasal /m/ yang berada di antara fonem vokal /a/ dan fonem
konsonan hambatan tak bersuara /b/. Penghilangan atau pelepasan tersebut
umumnya terjadi khusus pada unsur-unsur bahasa
serapan, terutama bahasa Indonesia dan bahasa asing.
/dokter/ [dote] ‘dokter'’ (no.3)
Pada kata /dokter/ terjadi penghilangan
atau pelesapan bunyi /k/ yang berada di antara fonem vokal /o/ dan fonem
konsonan hambatan tak bersuara /t/. Penghilangan atau pelepasan tersebut
umumnya terjadi khusus pada unsur-unsur bahasa
serapan, terutama bahasa Indonesia dan bahasa asing.
/kandang/ [kada] ‘kandang’ (no.4)
Pada kata /kandang/ terjadi penghilangan
atau pelesapan bunyi nasal /n/ yang berada di antara fonem vokal /a/ dan fonem
konsonan hambatan tak bersuara /d/. Penghilangan atau pelepasan tersebut
umumnya terjadi khusus pada unsur-unsur bahasa
serapan, terutama bahasa Indonesia dan bahasa asing.
/gampang/ [gapa] ‘gampang’ (no.5)
Pada kata /gampang/
terjadi penghilangan atau pelesapan bunyi nasal /m/ yang berada di antara fonem
vokal /a/ dan fonem konsonan hambatan tak bersuara /p/. Penghilangan atau pelepasan
tersebut umumnya terjadi khusus pada unsur-unsur bahasa serapan, terutama bahasa Indonesia dan bahasa
asing.
Pada posisi akhir,
setiap konsonan yang berasal dari kata-kata serapan pada umumnya mengalami penghilangan
atau pelesapan fonem.
Data (T 2)
Contohnya: /piring/ [piri] ‘piring’ (no.6)
/jahat/ [jaha] ‘jahat’ (no.7)
/kamar/ [kama] ‘kamar’ (no.8)
/dapur/ [dapu] ‘dapur’ (no.9)
/kapal/ [kapa] ‘kapal’ (no.10)
5.
Simpulan dan Saran
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis
mengenai interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa Sabu
di Kupang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Ditemukan 4 bentuk interferensi
fonologis yaitu.
a.
interferensi pengurangan huruf pada
posisi tengah kata.
b.
interferensi pengurangan huruf pada posisi
tengah dan akhir pada kata.
c.
interferensi pengurangan huruf pada
posisi akhir pada kata dan,
d.
interferensi pergantian huruf.
2.
Bahasa Sabu mengalami proses fonologis,
yakni proses pelesapan dan penghilangan bunyi
3.
Terjadinya interferensi fonologis bahasa
Indonesia oleh penutur asli bahasa Sabu di Kupang oleh karena bahasa Sabu
merupakan bahasa vokolik yang tidak
memiliki distribusi konsonan pada akhir kata.
B. Saran
Dari simpulan di atas, penulis
ingin memberi saran sebagai berikut: Penulis berharap agar penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan bahasa Indonesia
DAFTAR
PUSTAKA
Alwasilah, A.
Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung:
Angkasa.
Azwar, Saifuddin. 2001. Metode Penelitian. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Chaer, A. 2004. Sosiolinguistik.
Jakarta: Rinekacipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.
2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta
Moleong,
Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Ohoiwutun,
Paul. 2002. Sosiolinguistik: Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan.
Jakarta: Visipro.
Ratukoreh, dkk, (1991:11) Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis Bahasa
Sabu. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.