Translate

Tampilkan postingan dengan label verba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label verba. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 November 2015

KONSTRUKSI VERBA DAN MEKANISME PERUBAHAN VALENSI VERBA BAHASA SABU

KONSTRUKSI VERBA DAN
MEKANISME PERUBAHAN VALENSI VERBA BAHASA SABU
Oleh: Gud Reacht Hayat Padje

Pendahuluan
Secara umum dapat dikatakan bahwa istilah valensi dalam linguistik dirujuk sebagai kemampuan verba, yang menempati unsur predikat sebuah kalimat, dalam mengiat argumen. Aisen (dalam Hopper dan Thompson, ed., 1982:8) mengemukakan bahwa valensi digunakan untuk merujuk ke jumlah argumen nominal dalam sebuah klausa pada tataran apa saja. Katamba (1993:266) menyebutkan bahwa valensi adalah julah argumen dalam kerangka sintaktis dikaitkan dengan verba yang disebabkan oleh fungsi-fungsi gramatikal.
Hal senada juga diatakan oleh Van Valin Jr., dan LaPolla (1999:147-150) bahwa banyaknya argumen yang diikat oleh verba disebut valensi. Sementara herbert (dalam Hopper dan Thompson, 1982:211,213) mengemukakan bahwa pengertian valensi umumnya dikaitkan dengan ketransitifan, baik secara struktural maupun tradisional. Ketransitifan struktural adalah struktur yang berhubungan dengan sebuah predikat dan dua argumen bukan oblik; S dan OL. Ketransitifan tradisional adalah ketransitifan secara menyeluruh pada klausa; merujuk ke membawa atau memindahkan tindakan dari agen ke pasien (lihat juga Katamba, 1993:256-258); bahkan Katamba menegaskan bahwa pada dasarnya valensi ditentukan oleh perilaku verba. Oleh karena itu verba dapat disebut sebagai verba transitif (ekatransitif dan dwitransitif). Kajian tentang valensi yang disamakan dengan ketransitifan juga dikemukakan oleh Van Valin Jr., dan LaPolla (1999;148-150), bahwa verba yang mempunyai satu argumen inti disebur verba intransitif, yang mempunyai dua argumen disebut ekatransitif, dan yang memilik tiga argumen disebut dwitransitif.
Kajian tentang valensi dan ketransitifan verba bahasa Sabu dalam tulisan inidimaksudkan agarstruktur argumen bahasa Sabu dapat terungkap lebih rinci sehingga dapat mendukung pembahasan tentang aliansi gramatikal bahasa Sabu.
Pembahasan
Pembahasan tentang valensi dan ketransitifan bahasa Sabu dalam kajian ini akan lebih banyak melihat struktur argumen dan titik pandang predikasi (kalimat utuh) sedangkan bagian tentang valensi dan ketransitifan ini lebih terpusat pada verba dan perilaku semantis verbanya.
Perhatikan contoh betikut ini:

1   1.      Ro     hari-hari          medja’dhi     pa               kedera
     3JM   semua              duduk           PREP         kursi
     ‘Mereka semua duduk di kursi’

    2.      Ama   Giri     pida
    bapak Giri    pindah
   ‘Bapak Giri pindah’

    3.      Kepue      due      nani     keloli     la           loko
    pohon      lontar   PEN    roboh     PREP    sungai
   ‘Pohon lontar itu roboh ke sungai’

Verba intransitif medja’dhi, pida, keloli apabila diberi pemarkah TR pe- menjadi verba transitif. Masing-masing verba yang telah mendapat pemarkah morfologis tersebut berubah (naik) ketransitifannya dengan bukti bahwa ketiganya membutuhkan argumen kedua yaitu objek (gramatikal). Dengan kata lain, valensi verba intransitif tersebut menjadi naik seiring dengan perubahan ketransitifannya. Berdasarkan kenyataan ini, ketransitifan (valensi) verba bahasa Sabu menjadi naik dengan penambahan pemarkah morfologis tertentu.
Selanjutnya, cermati klausa dengan verba transitif bahasa Sabu berikut ini.

      4.      Mince           bhuki   (huri)
      NAMA         tulis     (surat)
      ‘Mince menulis (surat)'

      5.      A’a                nga      ari       nga’a          (nga’a)
     Kakak           dan      adik     makan        (nasi)
    ‘Kakak dan adik makan (nasi)’

Pada dua kalimat di atas, secara semantis, verba bhuk i ‘menulis’ dan nga’a ‘makan’ telah dapat dipahami tanpa kehadiran objek huri ‘surat’ dan nga’a ‘nasi’. Namun ketransitifan dari verba tersebut (secara sintaksis) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok verba yang secara sintaksis ataupun semantis tidak memerlukan argumen kedua (intransitif). Keadaan ini menyebabkan kehadiran argumen kedua (objek gramatikal) diperlukan secara sintaktis. Verba seperti inilah yang dikelompokkan oeh sebagian ahli sebagai verba semi transitif (lihat Alwi dkk., 2009:91-93). Namun apabila diperhatikan secara sungguh-sungguh sifat perilaku sintaktis dan semantis verbanya tetap digolongkan sebagai verba transitif. Hanya saja ketransitifanna (secara semantis) lebih lemah jika dibandingkan dengan kelompok verba transitif yang lebih nyata.
Berikut ini disajikan contoh-contoh kalimat bahasa Sabu dengan verba transitif lainnya.

     6.      A’a      ya                  tao                djala           nadu’u
     Kakak 1TG POS      membuat       jaring           ikan
    ‘Kakak saya membuat jaring ikan’

     7.      Ihianga  daurae     ya             ha’e     kepue     due
     Teman   tetangga   1TG POS panjat  pohon    lontar
    ‘teman tetangga saya memanjat pohon lontar’

     8.      No     heleo   bhunga            nani
     3TG  lihat     bunga              itu
    ‘dia melihat bunga itu’

Verba tao ‘membuat’ ha’e ‘panjat’ heleo ‘lihat’ adalah verba transitif. Setiap verba tersebut mengikat dua argumen (argumen subjek dan objek) yang kehadirannya bersifat wajib. Dengan kata lain, masing-masing verba transitif dalam contoh di atas dikatakan sebagai verba bervalensi dua. Verba transitif yang mengikat dua argumen seperti itu biasa disebut sebagai verba ekatransitif. Valensi (ketransitifan) verba seperti contoh (6, 7, dan 8) di atas akan naik apabila verba tersebut diberi pemarkah morfologis dengan menghadirkan pemarkah TR pe-. Perhatikan contoh berikut ini.

9.         A’a       ya      ta           pe-tao     natu     ari   ya      djala   nadu’u
Kakak  1TG  IMPER  TR-buat untuk   adik 1TG  jaring  ikan
‘Kakak saya mau membuatkan adik saya jaring ikan’

10.     Ihianga daurae             ya        ta                pe-ha’e         no        kepue   due
Teman    tetangga          1TG     IMPER      TR-panjat     3TG     pohon  lontar
‘teman tetangga saya mau memanjatkan dia pohon lontar’

11.     No          pe-heleo           pa        ama            bhunga         nani
3TG       TR-lihat           PREP  bapak bunga         itu
‘dia memperlihatkan pada bapak bunga itu’

Apabila diperbandingkan contoh (6, 7, dan 8) dengan (9, 10, 11) maka dapat dilihat hal berikut. Verba tao ‘membuat yang mengikat dua argumen (bervalensi dua) akan memunculkan argumen ketiga, apabila verba tao ‘membuat’ mendapat TR pe- menjadi petao ‘membuatkan’. Hal itu terlihat pada contoh nomor 9, yang memunculkan argumen ketiga yaitu ari ya ‘adik saya’. Demikian juga pada contoh nomor 10 dengan verba transitif ha’e ‘memanjat’ dengan mendapat pemarkah TR pe- menjadi peha’e ‘memanjatkan’ memunculkan argumen baru no ‘dia’ sehingga verba peha’e mengikat tiga argumen. Pada contoh 11 dengan verba heleo ‘melihat’ dengan mendapat pemarkah TR pe-, menjadi peheleo ‘memperlihatkan’ juga memunculkan argumen baru yaitu pa ama ‘pada bapak’, sehingga verba itu mengikat tiga argumen. Dengan demikian dalam klausa transitif bahasa Sabu, TR pe- mempunyai fungsi meningkatkan valensi, yaitu dari verba bervalensi dua menjadi verba bervalensi tiga.

Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1.      Predikasi bahasa Sabu dapat pula terdiri atas satu predikat verbal dengan satu argumen (verbal intransitif) dan dengan dua argumen (verba ekatransitif) atau dengan tiga argumen (verba dwitransitif)
2.      Ketransitifan verba dalam bahasa Sabu dapat naik apabila pada verba tersebut mendapat pemarkah transitif pe-
3.      Pemarkah pe- adalah pemarkah transitif yang berfungsi menaikkan valensi verba bahasa Sabu.

Daftar Rujukan
Alwi, Hasan., dkk., 2009. Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Seri IDEP. Yoyakarta: Kanisius
Alwi, Hasan., dkk., 2009. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Hopper, Paul J., dan S. A. Thompson, 1982. Syntex and Semantics: Studies in Transitivity. (Volume 15). New York: Academic Press Inc.
Katamba, Francis. 1993. Morfology. London: The Macmillan Press.

Van Valin, Jr., Robert D., dan Randy J. LaPolla. 1999. Syntax: Structure, Meaning, and Function. Cambridge: Cambridge University Press.