Translate

Tampilkan postingan dengan label Sabu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sabu. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 November 2015

KONSTRUKSI VERBA DAN MEKANISME PERUBAHAN VALENSI VERBA BAHASA SABU

KONSTRUKSI VERBA DAN
MEKANISME PERUBAHAN VALENSI VERBA BAHASA SABU
Oleh: Gud Reacht Hayat Padje

Pendahuluan
Secara umum dapat dikatakan bahwa istilah valensi dalam linguistik dirujuk sebagai kemampuan verba, yang menempati unsur predikat sebuah kalimat, dalam mengiat argumen. Aisen (dalam Hopper dan Thompson, ed., 1982:8) mengemukakan bahwa valensi digunakan untuk merujuk ke jumlah argumen nominal dalam sebuah klausa pada tataran apa saja. Katamba (1993:266) menyebutkan bahwa valensi adalah julah argumen dalam kerangka sintaktis dikaitkan dengan verba yang disebabkan oleh fungsi-fungsi gramatikal.
Hal senada juga diatakan oleh Van Valin Jr., dan LaPolla (1999:147-150) bahwa banyaknya argumen yang diikat oleh verba disebut valensi. Sementara herbert (dalam Hopper dan Thompson, 1982:211,213) mengemukakan bahwa pengertian valensi umumnya dikaitkan dengan ketransitifan, baik secara struktural maupun tradisional. Ketransitifan struktural adalah struktur yang berhubungan dengan sebuah predikat dan dua argumen bukan oblik; S dan OL. Ketransitifan tradisional adalah ketransitifan secara menyeluruh pada klausa; merujuk ke membawa atau memindahkan tindakan dari agen ke pasien (lihat juga Katamba, 1993:256-258); bahkan Katamba menegaskan bahwa pada dasarnya valensi ditentukan oleh perilaku verba. Oleh karena itu verba dapat disebut sebagai verba transitif (ekatransitif dan dwitransitif). Kajian tentang valensi yang disamakan dengan ketransitifan juga dikemukakan oleh Van Valin Jr., dan LaPolla (1999;148-150), bahwa verba yang mempunyai satu argumen inti disebur verba intransitif, yang mempunyai dua argumen disebut ekatransitif, dan yang memilik tiga argumen disebut dwitransitif.
Kajian tentang valensi dan ketransitifan verba bahasa Sabu dalam tulisan inidimaksudkan agarstruktur argumen bahasa Sabu dapat terungkap lebih rinci sehingga dapat mendukung pembahasan tentang aliansi gramatikal bahasa Sabu.
Pembahasan
Pembahasan tentang valensi dan ketransitifan bahasa Sabu dalam kajian ini akan lebih banyak melihat struktur argumen dan titik pandang predikasi (kalimat utuh) sedangkan bagian tentang valensi dan ketransitifan ini lebih terpusat pada verba dan perilaku semantis verbanya.
Perhatikan contoh betikut ini:

1   1.      Ro     hari-hari          medja’dhi     pa               kedera
     3JM   semua              duduk           PREP         kursi
     ‘Mereka semua duduk di kursi’

    2.      Ama   Giri     pida
    bapak Giri    pindah
   ‘Bapak Giri pindah’

    3.      Kepue      due      nani     keloli     la           loko
    pohon      lontar   PEN    roboh     PREP    sungai
   ‘Pohon lontar itu roboh ke sungai’

Verba intransitif medja’dhi, pida, keloli apabila diberi pemarkah TR pe- menjadi verba transitif. Masing-masing verba yang telah mendapat pemarkah morfologis tersebut berubah (naik) ketransitifannya dengan bukti bahwa ketiganya membutuhkan argumen kedua yaitu objek (gramatikal). Dengan kata lain, valensi verba intransitif tersebut menjadi naik seiring dengan perubahan ketransitifannya. Berdasarkan kenyataan ini, ketransitifan (valensi) verba bahasa Sabu menjadi naik dengan penambahan pemarkah morfologis tertentu.
Selanjutnya, cermati klausa dengan verba transitif bahasa Sabu berikut ini.

      4.      Mince           bhuki   (huri)
      NAMA         tulis     (surat)
      ‘Mince menulis (surat)'

      5.      A’a                nga      ari       nga’a          (nga’a)
     Kakak           dan      adik     makan        (nasi)
    ‘Kakak dan adik makan (nasi)’

Pada dua kalimat di atas, secara semantis, verba bhuk i ‘menulis’ dan nga’a ‘makan’ telah dapat dipahami tanpa kehadiran objek huri ‘surat’ dan nga’a ‘nasi’. Namun ketransitifan dari verba tersebut (secara sintaksis) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok verba yang secara sintaksis ataupun semantis tidak memerlukan argumen kedua (intransitif). Keadaan ini menyebabkan kehadiran argumen kedua (objek gramatikal) diperlukan secara sintaktis. Verba seperti inilah yang dikelompokkan oeh sebagian ahli sebagai verba semi transitif (lihat Alwi dkk., 2009:91-93). Namun apabila diperhatikan secara sungguh-sungguh sifat perilaku sintaktis dan semantis verbanya tetap digolongkan sebagai verba transitif. Hanya saja ketransitifanna (secara semantis) lebih lemah jika dibandingkan dengan kelompok verba transitif yang lebih nyata.
Berikut ini disajikan contoh-contoh kalimat bahasa Sabu dengan verba transitif lainnya.

     6.      A’a      ya                  tao                djala           nadu’u
     Kakak 1TG POS      membuat       jaring           ikan
    ‘Kakak saya membuat jaring ikan’

     7.      Ihianga  daurae     ya             ha’e     kepue     due
     Teman   tetangga   1TG POS panjat  pohon    lontar
    ‘teman tetangga saya memanjat pohon lontar’

     8.      No     heleo   bhunga            nani
     3TG  lihat     bunga              itu
    ‘dia melihat bunga itu’

Verba tao ‘membuat’ ha’e ‘panjat’ heleo ‘lihat’ adalah verba transitif. Setiap verba tersebut mengikat dua argumen (argumen subjek dan objek) yang kehadirannya bersifat wajib. Dengan kata lain, masing-masing verba transitif dalam contoh di atas dikatakan sebagai verba bervalensi dua. Verba transitif yang mengikat dua argumen seperti itu biasa disebut sebagai verba ekatransitif. Valensi (ketransitifan) verba seperti contoh (6, 7, dan 8) di atas akan naik apabila verba tersebut diberi pemarkah morfologis dengan menghadirkan pemarkah TR pe-. Perhatikan contoh berikut ini.

9.         A’a       ya      ta           pe-tao     natu     ari   ya      djala   nadu’u
Kakak  1TG  IMPER  TR-buat untuk   adik 1TG  jaring  ikan
‘Kakak saya mau membuatkan adik saya jaring ikan’

10.     Ihianga daurae             ya        ta                pe-ha’e         no        kepue   due
Teman    tetangga          1TG     IMPER      TR-panjat     3TG     pohon  lontar
‘teman tetangga saya mau memanjatkan dia pohon lontar’

11.     No          pe-heleo           pa        ama            bhunga         nani
3TG       TR-lihat           PREP  bapak bunga         itu
‘dia memperlihatkan pada bapak bunga itu’

Apabila diperbandingkan contoh (6, 7, dan 8) dengan (9, 10, 11) maka dapat dilihat hal berikut. Verba tao ‘membuat yang mengikat dua argumen (bervalensi dua) akan memunculkan argumen ketiga, apabila verba tao ‘membuat’ mendapat TR pe- menjadi petao ‘membuatkan’. Hal itu terlihat pada contoh nomor 9, yang memunculkan argumen ketiga yaitu ari ya ‘adik saya’. Demikian juga pada contoh nomor 10 dengan verba transitif ha’e ‘memanjat’ dengan mendapat pemarkah TR pe- menjadi peha’e ‘memanjatkan’ memunculkan argumen baru no ‘dia’ sehingga verba peha’e mengikat tiga argumen. Pada contoh 11 dengan verba heleo ‘melihat’ dengan mendapat pemarkah TR pe-, menjadi peheleo ‘memperlihatkan’ juga memunculkan argumen baru yaitu pa ama ‘pada bapak’, sehingga verba itu mengikat tiga argumen. Dengan demikian dalam klausa transitif bahasa Sabu, TR pe- mempunyai fungsi meningkatkan valensi, yaitu dari verba bervalensi dua menjadi verba bervalensi tiga.

Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1.      Predikasi bahasa Sabu dapat pula terdiri atas satu predikat verbal dengan satu argumen (verbal intransitif) dan dengan dua argumen (verba ekatransitif) atau dengan tiga argumen (verba dwitransitif)
2.      Ketransitifan verba dalam bahasa Sabu dapat naik apabila pada verba tersebut mendapat pemarkah transitif pe-
3.      Pemarkah pe- adalah pemarkah transitif yang berfungsi menaikkan valensi verba bahasa Sabu.

Daftar Rujukan
Alwi, Hasan., dkk., 2009. Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Seri IDEP. Yoyakarta: Kanisius
Alwi, Hasan., dkk., 2009. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Hopper, Paul J., dan S. A. Thompson, 1982. Syntex and Semantics: Studies in Transitivity. (Volume 15). New York: Academic Press Inc.
Katamba, Francis. 1993. Morfology. London: The Macmillan Press.

Van Valin, Jr., Robert D., dan Randy J. LaPolla. 1999. Syntax: Structure, Meaning, and Function. Cambridge: Cambridge University Press.

Kamis, 16 Juli 2015

KLAUSA TRANSITIF BAHASA SABU



Gud Reacht Hayat Padje
Universitas PGRI NTT
(YPLP PT PGRI NTT)
I.       Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bahasa Sabu (BS) adalah bahasa yang dipergunakan sebagai bahasa ibu oleh sekitar 91.870 orang penutur yang bermukim di Kabupaten Sabu Raijua Provinsi Nusa Tenggara Timur. BS selain digunakan sebagai media komunikasi sehari-hari, juga digunakan sebagai media pewarisan karya sastra lisan. Melihat daya dukung BS sangat sedikit, disertai dengan mobilitas masyarakat sabu ini terkenal tinggi, maka BS sangat penting untuk dipertahankan untuk menghindari bahasa ini dari kepunahannya.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan alasan di atas dapat dirumuskan masalah, yaitu: Bagaimanakah struktur klausa transitif bahasa Sabu.

1.3 Landasan Teori
Klausa sebagai satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 2008:124). Dalam hal ini, konsep klausa disejajarkan dengan konsep kalimat karena klausa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kalimat yang terdiri atas sebuah predikat, baik predikat sederhana, yaitu predikat yang hanya terdiri atas sebuah kata dasar inti verba atau katagori lain untuk mengisi fungsi predikat. Teori yang dipergunakan dalam pendekatan tulisan ini adalah teori Dixon (2010) yaitu transitivity (kemampuan verba untuk digunakan dengan dua argumen atau lebih). Menurut Dixon setiap bahasa mempunyai dua klausa dasar yaitu klausa intransitif dan transitif. Kedua klausa tersebut adalah sebagai berikut:
Tipe klausa   Predikat      Argumen inti
Intransitif     Intransitif   S (subjek intransitif)
Transitif        Transitif      A (subjek transitif) dan O (objek transitif)
Dalam kajian ini, penulis hanya akan memfokuskan diri pada klausa transitif.
Disamping argumen inti, klausa tersebut juga memiliki argumen non inti yang dapat ditambahkan pada tipe klausa tersebut. Dalam hal itu argumen non inti (periperi) bersifat mana suka. Jenis – jenis argumen yang dapat ditambahkan, yaitu argumen yang menyatakan alat (with a stick), beneficiary (for the child), waktu (in the afternoon), dan tempat (under the tree).
Metode yang dipergunakan dalam analisis ini adalah metode agih (metode distributional), yaitu metode yang menggunakan alat penentu unsure bahasa yang ada di dalam bahasa itu sendiri, (Sudaryanto, 1993:15).

II.       Pembahasan
Kajian sintaksis adalah sebuah kajian yang membahas tentang proses sebuah kata yang bergabung bersama, sehingga membentuk unit yang lebih besar yaitu frasa, klausa, dan kalimat. Secara umum sintaksis dipahami sebagai suatu kajian atas klausa dan atau kalimat. Klausa adalah sekelompok kata yang mempunyai unsur subjek-predikat yang menempel pada kalimat induk (Lyons, 1987), Namun dalam pembahasan ini antara klausa dan kalimat sederhana adalah sama. Bahasa Sabu, seperti bahasa bahasa pada umumnya, memiliki bahasa yang berpredikat verba dan berpredikat nonverbal. Bahasa yang berpredikat nonverbal dalam bahasa Sabu meliputi (1) klausa berpredikat adjektiva, (2) klausa berpredikat nomina, (3) klausa berpredikat frasa preposisional, (4) klausa berpredikat numeralia. Selanjutnya, klausa transitif juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah argumen yang hadir dalam kalimat tersebut menjadi (a) klausa ekatransitif dan (b) dwitransitif. Dalam pembahasan ini akan diawali dengan menyampaikan pronominal persona bahasa Sabu, karena dengan asumsi mengenal pronominal ini akan lebih mudah untuk memahami konstruksi klausa bahasa Sabu.
Pronomina Persona Bahasa Sabu, Pronomina adalah kata-kata yang digunakan untuk mengganti nomina atau frasa nomina. Pronomina persona adalah persona yang mengacu kepada nomina insane (Tarno dkk., 1992, dalam Budiarta, 2009). Menurut Kridalaksana (2008), pronominal persona adalah persona yang menunjuk pada katagori persona. Dalam proses komunikasi, pronominal itu dibedakan atas pihak pertama sebagai pembicara, pihak kedua sebagai orang yang diajak bicara, dan pihak ketiga sebagai orang yang dibicarakan. Dengan demikian, pronominal persona dibedakan atas persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga, masing-masing dalam jumlah tunggal dan jamak. Pronomina jamak ada yang bersifat inklusif dan ada yang eksklusif. Disebut inklusif karena pihak pertama sebagai pembicara terlibat yang diajak bicara, sedangkan eksklusif pihak pertama tidak termasuk yang diajak bicara. Pronomina bahasa Sabu tidak memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsi yang didudukinya. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: 
Persona
Subjek
Objek
Pemilik
Contoh Pemilik
I
TG
Ya
Ya
Ya
ina ya = ibu saya
JM
Inkl
Di
Di
Di
ina di = ibu kita
Eksl
Dji
Dji
Dji
ina j’i = ibu kami
II
TG
Au
Au
Au
ina au = ibu kamu
JM
Mu
Mu
Mu
ina mu = ibu mu
III
TG
No
No
No
ina no = ibu dia
JM
Ro
Ro
Ro
Ina ro = ibu mereka

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang konstruksi klausa dasar bahasa Sabu, berikut ini disajikan masing-masing sebuah contoh untuk setiap jenis klausa yang predikatnya nonverbal.
1.         Katu                        ya                    worena
        Kepala                    Poss                 besar
        ‘Kepala saya besar’

2.         Ama                        no                    pedhaga
        Ayah           Poss                 pedagang
        ‘Ayahnya pedagang’

3.         Dji               la                     dhoka
        1JM             Prep                 kebun
        ‘Kami ke kebun’

4.         Ammu                     ro                     tellu
        Rumah                    Poss                 tiga
        ‘Rumah mereka tiga’

Contoh (1) menunjukkan bahwa subjek klausa ketu ya ‘kepala saya’ diikuti oleh predikat worena ‘besar dengan katagori kata adjektiva. Contoh (2) menunjukkan bahwa subjek klausa ama no ‘ayahnya’ diikuti oleh predikat pedhaga ‘pedagang’ dengan katagori kata nomina.
Contoh (3) menunjukkan bahwa subjek dji ‘kami’ diikuti oleh predikat la dhoka ‘ke kebun’ dengan katagori frasa preposisional. Contoh (4) memperlihatkan bahwa subjek amu ro ‘rumah mereka’ diikuti oleh predikat telu ‘tiga’ dengan katagori kata numeralia. Contoh-contoh yang ditampilkan tersebut (1-4) dengan jelas menunjukkan bahwa klausa dalam bahasa Sabu tidak hanya diisi oleh verba, tetapi juga dapat diisi oleh non-verba.
Pembahasan selanjutnya adalah tentang klausa transitif. Pembahasan klausa transitif ini dibagi atas pembahasan klausa ekatransitif dan klausa dwitransitif. Pembahasan ini diawali dengan pembahasan klausa ekatransitif. Klausa ekatransitif bahasa Sabu dibentuk oleh kehadiran verba transitif dengan menempati posisi sebagai predikat. Seperti halnya pada klausa intransitif pada klausa ekatransitif verba yang menempati posisi predikat ada yang muncul tanpa kehadiran afiks dan ada juga yang muncul dengan menghadirkan afiks. Perhatikan contoh-contoh klausa ekatransitif dengan verba transitif yang kehadirannya tanpa afiks berikut ini.
5.         Ro               nginu               ai (loko)
        3JM             minum             air
        ‘Mereka minum air’

6.         Ya               toi        mumone          nani
        1TG             tahu     laki-laki           Dem
        ‘Saya tahu laki-laki itu’

7.         No              tada                 nelai                 nani
        3TG             paham              masalah           Dem
        ‘Ia paham masalah itu’.

8.         Au               pedai               li          Jawa
        2TG            berbicara          bahasa Indonesia
        ‘Kamu bicara bahasa Indonesia’.

9.         Mu              nga’a               laeludu
        2JM             makan              nasi
        ‘Kamu makan nasi’

Contoh-contoh tersebut di atas 5-9 menunjukkan bahwa subjek-subjek dari semua klausa itu diikuti oleh predikat yang diisi oleh verba transitif nginu ‘minum’, toi ‘tahu’, tada ‘paham’, pedai ‘bicara’, nga’a ‘makan’. Contoh 5-9 menunjukkan bahwa verba transitif yang menempati posisi predikat hadir tanpa adanya afiks pemarkah. Contoh berikut menampilkan klausa ekatransitif bahasa Sabu yang predikatnya hadir dengan afiks sebagai pemarkah aspek.
10.     Ya               tatabbho          au
        1TG            menikam          kamu
        ‘Saya menikam kamu’

11.     Au               tawabbe           no
        2TG            memukul         dia
        ‘Kamu memukul dia’

12.     Ro               taadja              buku
        3JM             membaca         buku
        ‘Mereka membaca buku’

13.     No.              taheleo             poto     nani
        3TG            melihat            foto     Dem
        ‘Dia melihat foto itu’

14.     Ya               tapereke           ina       ya
        1TG            memikirkan     ibu       Poss
        ‘Saya memikirkan ibu saya’

Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa verba transitif bahasa Sabu dalam kehadirannya ada dengan afiks. Seperti contoh kalimat 10-14 verba transitif yang menempati posisi predikat pada klausa ekatransitif hadir disertai dengan afiks. Afiks yang yang hadir adalah [ta-] yang menunjukan pemarkah aspek dalam pengertian’mau’ (future).
Kedua jenis verba transitif tersebut yang berafiks dan tanpa afiks) dapat digambarkan dalam diagram berikut ini.
Diagram 1: Wujud Morfologis verba transitif Bahasa Sabu (Klausa Ekatransitif)
         
 Berdasarkan contoh klausa ekatransitif yang ditampilkan di atas dapat dilihat bahwa struktur dasar klausa BS terdiri atas unsur inti subjek, predikat, dan objek. Seperti namanya klausa transitif menghendaki hadirnya objek. Dengan demikian, hanya terdapat dua argumen (frasa nomina) yang masing-masing ditempatkan sebelum dan sesudah predikat (frasa verba).Verba yang menempati posisi predikat dapat hadir dengan afiks ataupun hadir tanpa afiks. Hadir atau tidaknya afiks yang melekat pada verba pada klausa ekatransitif pada masing-masing contoh klausa yang telah diberikan di atas tidak mempengaruhi struktur dasar klausa BS.
Setelah membahas klausa ekatransitif, pembahasan berikutnya adalah tentang klausa dwitransitif. Klausa dwitransitif BS dibentuk oleh verba transitif yang berkedudukan sebagai predikat. Sama seperti klausa ekatransitif, klausa dwitransitif hadir disertai dengan afiks dan juga dapat hadir tanpa disertai afiks. Perhatikanlah contoh klausa dwitransitif yang hadir tanpa disertai afiks.
15.     No               ihi        gela      nani                 ai
        3TG            isi         gelas    itu                    air
        ‘Ia mengisi gelas itu air’

16.     Ya               tao       ina       ya        koki
        ITG             buat     ibu       Poss     kue
        ‘Saya membuatkan ibu saya kue’.

17.     Ro               wie      ina       ro         paj’o
        3JM             kasi      ibu       Poss     baju
        ‘Mereka mengasi ibu mereka baju’.
                                                 
Contoh-contoh tersebut di atas 15-17 menunjukkan bahwa subjek klausa itu diikuti oleh predikat yang diikuti oleh verba transitif moa ‘ngirim’, tao’membuat’, wie ‘mengasi’. Contoh 25-27 menunjukkan bahwa verba transitif yang menempati posisi predikat hadir tanpa adanya afiks pemarkah subjek ataupun pemarkah gramatikal. Berikut contoh-contoh yang menampilkan klausa dwitransitif BS yang hadir dengan afiks sebagai pemarkah sintaksis.
18.     Ya               tamoa              no        huri
        1TG             kirim                dia       surat
        ‘Saya mengirimkan dia surat.’

19.     No               taweli              ina       no        paj’o
        2TG            beli      ibu       2Poss   paying
        ‘Ia membelikan ibunya paying.’

20.     J’I               tabokke           inna     no        kelai
        IJM             buka                ibu       Poss      pintu
        ‘Kami membukakan           ibunya pintu’

Contoh-contoh tersebut di atas 18-20 menunjukkan bahwa subjek klausa tersebut diikuti oleh predikat yang diisi oleh verba transitif tamoa ‘mengirimkan’, taweli ‘membelikan’, tabokke ‘membukakan’. Contoh 18-20 menunjukkan bahwa verba transitif yang menempati posisi predikat hadir disertai dengan adanya afiks yang bermakna sudah.
Kedua jenis verba transitif pada klausa dwitransitif tersebut (yang berafiks dan tanpa afiks) dapat digambarkan dalam diagram berikut ini.



Diagram 2: Wujud morfologis Verba Transitif Bahasa Sabu (Klausa Dwitransitif)



Berdasarkan contoh klausa ekatransitif yang ditampilkan di atas dapat dilihat bahwa struktur dasar klausa BS terdiri atas unsur inti subjek, predikat, dan objek. Seperti namanya, klausa transitif menghendaki hadirnya objek. Dengan demikian, hanya terdapat tiga argumen (frasa nomina) yang ditempatkan sebelum dan sesudah predikat (frasa verba). Verba yang menempati posisi predikat dapat hadir dengan afiks ataupun hadir tanpa afiks. Kehadiran atau ketidakhadiran afiks pada verba transitif (klausa dwitransitif) pada masing-masing klausa yang telah diberikan di atas tidak mempengaruhi struktur klausa dasar BS.
Berdasarkan pemaparan di atas, klausa dasar BS mempunyai dua konstruksi berdasarkan jenis predikatnya, yaitu klausa verba dan klausa non-verba. Klausa non-verba adalah klausa yang predikatnya dapat diisi oleh adjektiva, nomina, numeralia, dan proposisi. Klausa non-verba ini mempunyai satu argumen yang letaknya sebelum predikat. Klausa verba BS terdiri atas klausa intransitif dan klausa transitif (dan dwitransitif). Kehadiran verba yang menempati posisi predikat pada kedua klausa verba tersebut ada yang disertai dengan afiks dan ada pula yang kehadirannya tanpa afiks.
Pada klausa transitif, argumennya terdiri atas dua (ekatransitif) atau tiga (dwitransitif). Argumen 1 terletek sebelum predikat dan argument 2 dan 3 terletak setelah predikat. Penjelasan tentang konstruksi dasar BS dapat digambarkan pada diagram berikut ini.






Diagram tersebut di atas menunjukkan bahwa verba pada klausa intransitif dan klausa transitif bahasa Sabu hadir dengan afiks dan tanpa afiks. Secara umum verba pada klausa intransitif dan klausa transitif hadir dengan afiks. Namun demikian, dapat pula dijumpai verba pada klausa intransitif dan klausa transitif hadir dengan tanpa afiks.

III. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
1.      Ditemukan predikat nonverbal dalam klausa bahasa Sabu yang meliputi ajektiva, nomina, frasa preposisi dan numeralia.
2.      Klausa dengan predikat verba transitif yang disertai afiks dan tanpa afiks.
3.      Afiks yang hadir dalam verba klausa bahasa Sabu adalah pemarkah yang mengacu pada waktu.


DAFTAR PUSTAKA

Artawa, I Ketut, 1998. Ergativity and Balinese Syntax.Dalam Nusa Volume 44. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya.
Bryson, Bill. 1990. The Mother Tongue: English and How It got that way. Printed in the U.S.A.
Budiarta, I Wayan, 2009. ‘Aliansi Gramatikal Bahasa Dawan (Kajian Tipologi Bahasa)’ (tesis). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Dixon, R. M. W. 2010. Basic Linguistic Theory. Oxford University Press.
Hornby A S, 2005. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford University Press.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik.  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Margono, 2002. Diatesis Resiprokal dalam Bahasa Indonesia.  Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Sedeng, I Nyoman, 2010. Morfosintaksis Bahasa Bali Dialek Sembiran. Udayana University Press.